Sabtu, 28 Februari 2015



                     
             

PEMIKIRAN ARISTOTELES TENTANG EKONOMI
A.Aristoteles
Aristoteles adalah salah satu filosuf yang dianggap sangat berjasa dalam meletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas Barat adalah Aristoteles, yang merupakan murid Plato. Meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan pandangan, tetapi Aristoteles dianggap sebagai murid yang mewarisi pemikiran-pemikiran gurunya, dan dianggap sebagai salah satu tokoh penggerak zaman.
Dia juga dianggap sebagai peletak tonggak dasar dalam sejarah pemikiran Barat. Bahkan Michael H. Hart menilai bahwa Aristoteles adalah seorang filosuf dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa lampau. Dia memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir tiap cabang falsafah dan memberi sumbangsih tak terperikan besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Meskipun banyak ide-ide Aristoteles yang tampaknya kini sudah ketinggalan zaman, tetapi yang paling penting dari apa yang pernah dilakukannya adalah pendekatan rasional yang senantiasa melandasi karyanya.
Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena. Salah satu proyek penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya untuk studi bandingan. Makalah ini berusaha mendeskripsikan pemikiran-pemikiran filsafat Aristoteles sebagai tokoh yang telah berhasil membentuk dan meletakkan dasar yang paling kokoh bagi pembangunan kebudayaan dan peradaban Barat modern.
B. Riwayat Hidupnya
Dalam teks bahasa Inggris, nama Aristoteles ditulis Aristotle, dan dalam teks Arab biasanya ditulis Aristutulis atau Aristu. Sedangkan dalam tulisan asli Yunani biasanya ditulis ‘Aριστοτέλης. Dia lahir 384 SM di Stagira, sebuah kota koloni di semenanjung Chalcidice, yang berada di wilayah Macedonia, yang terletak di sebelah utara Yunani, atau yang kini menjadi Yunani Utara. Dia meninggal tahun 322 SM.
Ayahnya bernama Nichomachus, seorang sahabat dan dokter keluarga Amyntas II, raja Macedonia, ayah raja Philippos, dan kakek Alexandros yang kemudian dikenal dengan nama Alexander Agung. Meskipun telah lama tinggal di Macedonia, tetapi Nichpmachus adalah orang asli Yunani. Berbeda dari Plato, yang merupakan keturunan bangsawan, Aristoteles berasal dari keluraga menengah.
Sejak kecil, Aristoteles diasuh dan dididik oleh ayahnya sendiri dalam bidang kedokteran. Ayahnya berharap jika besar nanti, Aristoteles dapat menggantikan ayahnya sebagai dokter keluarga raja Macedonia. Namun, harapan ayahnya tidak terwujud, karena sebelum Aristoteles berhasil menamatkan pelajarannya, ayahnya telah meninggal dunia. Meskipun begitu, sanga ayah telah berhasil mewariskan minat yang besar terhadap biologi kepada anaknya yang tampaknya terhadap karyanya di kemudian hari.

Mengenai kisah masa muda Aristoteles, sekurang-kurangnya terdapat dua versi yang saling berbeda satu dengan lainnya. Menurut para pengagumnya, ketika Aristoteles masih berusah sangat muda, yaitu tujuh tahun, ia berangkat ke Athena dan menjadi murid Plato. Menurut mereka, Aristoteles menjadi murid kesayangan Plato selam dua puluh tahun. Mereka yang mengagumi Aristoteles itu tidak pernah mengatakan bahwa dia sangat sembrono dan serampangan. Sedangkan menurut versi lain dikatakan bahwa sepeninggal ayahnya, Aristoteles yang masih muda itu hidup berfoya-foya dan menghambur-hamburkan harta warisan orang tuanya. Ketika harta orang tuanya telah habis dan lenyap, dia mendaftarkan diri sebagai tentara untuk  menyambung hidupnya agar tidak mati kelaparan. Menurut versi ini, sesudah mendapat bekal dan modal yang cukup, Aristoteles kemudian kembali ke kota kelahirannya di Stageira dan salama beberapa tahun di sana ia dikenal sebagai seorang dokter muda yang mencoba mempraktikkan segala ilmunya yang ia peroleh dari ayahnya. Pada usia 30 tahun, ia meninggalkan Stageira dan berangkat menuju Athena, lalu mendaftarkan diri menjadi murid Plato. Jika versi ini benar, berarti Aristoteles hanya belajar di Akademia Plato selama delapan tahun, dan bukan 20 tahun. Namun, dalam beberapa rujukan cenderung mendukung pendapat pertama, bahwa Aristoteles belajar di Athena selama 20 tahun, dan bukan delapan tahun seperti pada pendapat kedua.
Selama belajar di Akademia Plato, Aristoteles mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti Matematika, Politik, Etika dan berbagai ilmu pengetahuan lain. Selain itu, ia mempunyai hobi mengumpulkan buku sehingga dalam waktu yang relatif singkat, rumahnya telah menjadi penuh buku, sehingga menyerupai perpustakaan. Tidak heran jika Si maha guru Plato, menyebut rumah Aritoteles sebagai “rumah si tukang baca”.
Aristoteles merupakan salah satu murid Plato yang sangat cepat dikenal karena dia tidak mau sekedar bernaung dibawah keagungan sang guru. Itu pula sebabnya dia dikenal sebagai murid “tukang kecam” dan senang mendebat sang guru yang banyak dihormati oleh banyak muridnya yang lain, kendati kecamannya sering kali tidak relevan, dan menunjukkan ketakfahamannya terhadap ajaran Plato. Namun, jika ditanya mengapa dia mengecam Plato, dia akan menjawab : “Amicus Plato, sed magis amica veritas” yang berarti “Plato kukasihi, tapi aku lebih mengasihi kebenaran.” Oleh karena itu, sebagian pakar berpendapat bahwa hubungan Aristoteles dan Plato sesungguhnya telah retak sejak jauh sebelum menjelang kematian Plato. Oleh sebab itu, Plato tidak menunjuk Aritoteles untuk menjadi penggantinya dalam memimpin Akademia, melainkan menunjuk Speusippos. Hal itu tentu sangat mengecewakan Aristoteles.
Plato meninggal pada 347 SM, dan pada tahun itu juga Aristoteles bersama dengan teman sekelasnya bernama Xenokrates meninggalkan Athena. Mereka berangkat menuju ke pantai Asia Kecil, pertama-tama tinggal di Atarneus, lalu pindah ke Assos kemudian tinggal di Mitylene. Penguasa Atarneus saat itu adalah Hermeias yang adalah alumnus Akademia Plato. Tentu kedatangan Aristoteles dan Xenakrates dismbut gembira oleh Hermeias, bahkan meminta mereka untuk membantu mengajar di sekolah yang telah didirikan oleh Erastos dan Koriskos, dua murid yang dikirim Plato dari Akademia atas permintaan Hermeias. Hubungan mereka sangat akrab, bahkan akhirnya Aristoteles menikah dengan Pythias, yang merupakan anak angkat dan kemenakan Hermeias sendiri. Sepasang insan itu hidup bahagia. Namun, setahun kemuadian yaitu tahun 343 SM negara yang dikuasai Hermeias ditaklukkan oleh tentara Persia dan Hermeias dibawa ke Persia dan dibunuh disana. Akhirnya Aristoteles dan keluarganya menyingkir ke daerah-daerah sekitar dan menetap beberapa waktu di Mitylere atas undangan Theophrastus, sahabatnya semenjak mereka belajar di Akademia Plato.
Di tahun 342 SM Aristoteles menerima undangan khusus dari Philippos, raja Macedonia, agar dia bersedia mendidik putra mahkotanya, Alexandros atau Alexander. Undangan itu dipenuhi. Dia mendidik Alexandros selama dua tahun, dan berhasil mendidik calon pemimpin yang terampil, meski sebelumnya Alexandros dikenal sebagai seorang remaja yang serampangan, mudah tersinggung, mudah marah, dan berbagai perangai buruk lainnya. Alexndros juga terkesan dengan pendidikan yang diberikan oleh Aristoteles, sehingga meskipun telah dilantik menjadi pejabata raja pada 340, Alexandros tetap menghoramti Aristoteles sebagaiman menghormati ayahnya sendiri.
Tahun 336 SM Philippos wafat dan digantikan oleh putra mahkota yang sudah dipersiapkan, yaitu Alexadros. Ia menaklukkan Persia dan berbagai tempat lainnya, yang di kemudian hari ternyata merupakan penaklukan dunia. Di saat Alexander berkuasa, Aristoteles kembali ke Athena. Ia kemudian mendirikan sekolah sendiri di Athena, yaitu di lapangan senam yang merupakan bagian dari halaman Kuil Dewa Apollo Lykeios (Dewa Pelindung terhadap serigala). Karena terletak di halam Kuil Lykeios, maka sekolah itu dinamakan Lykeion yang dalam bahasa Latin disebut Lyceum. Sekolah itu kemudian menjadi populer mengalahkan popularitas sekolah Isocrates yang selama ini telah berhasil mendidik para pemimpin Athena, dan berada di urutan kedua setelah Akademia Plato yang saat itu dipimpin oleh Xenakrates yang menggantikan Speusippos.
Aristoteles jatuh sakit dan meninggal dunia pada 322 SM, yang kemungkinan disebabkan oleh pekerjaannya yang tak mengenal batas. Saat meninggal dunia, ia berumum sekitar enam puluh tahun.
C. Karyanya
Menurut catatan sejarah, Plato dan Aristoteles adalah guru dan murid yang merupakan dua tokoh besar dalam sejarah, yang telah berhasil membentuk dan meletakkan dasar yang paling kokoh bagi pembangunan kebudayaan dan peradaban Barat modern. Di sisi lain, meskipun di sana sini terdapat perbedaan—bahkan pertentangan—antara kedua tokoh guru dan murid itu, tetapi keduanya pantas dinobatkan menjadi pahlawan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan yang melepaskan dan membebaskan manusia dari belenggu ketaktahuan agara manusia tahu bahwa dia tahu jika mau tahu. Justin D. Kaptain menulis tentang hal itu sebagai berikut. To many, Plato represents the lyrical, soaring imagination, while Aristotle represents investigation, prosaic and eartbound. Plato seems inspired and inspiring, while Aristotle seems tied to inflexible system and unrelenting logic. One is a reformer, a prophet, and an artist, the other a comlier, an observer, and an organizer. Plato seems to represent the highest nobility of thought and aspiration; Aritotle seems content to accept and work within the day-to-day limitations of human behaviour ... (Bagi banyak orang, Plato menunjukkan seorang yang antusias, dengan imajinasi yang begitu membumbung tinggi, sementara Aristoteles melambangkan penelitian, menjemukan, dan terikat pada bumi. Plato tampak bersembangat dan sanggup membangkitkan semanat, sedangkan Aristoteles tampak terikat pada suatu sistem yang tidak luwes dan logika yang ruwet dan kaku. Yang satu adalah seorang pembaharu, nabi, dan artis, yang lain adalah seorang penyusun, pengamat, danorganisator. Plato tampak melukiskan kemuliaan tertinggi dari pikiran dan aspirasi; sementara Aristoteles kelihatan puas menerima dan bekerja dalam batasan-batasan hari-ke-hari dari perilaku manusia ...)
Salah satu karya Aristoteles yang paling menonjol adalah penelitian ilmiah. Ia melakukan penelitian bidang zoologi, biologi, dan botani ketika ia mernatau ke sekitar pantai Asia Kecil dengan menggunakan segala fasilitas yang disediakan oleh Hermeias bersama dengan Theophrastus. Selain itu, Aristoteles juga melakukan penelitian khusus terhadap konstitusi dan sistem politik dari 158 negara kota (polis) di Yunani.Analisanya terhadap penelitiannya itu merupakan karya besar di bidang politik dan telah meletakkan dasar yang teguh bagi ilmu politik yang disebut Perbanding Pemerintahan dan Politik.
Para cendekiawan di zaman purba mengatakan bahwa karya tulis Aristoteles lebih dari 400 buku. Namun, sebagian besar telah musnah. Dari sekitar 50 buku yang masih ada, hanya sekitar separuhnya yang benar-benar merupakan hasil karya Aristoteles sendiri. Karya Plato begitu indah dan menarik, sementra karya Aristoteles kurang begitu indah dan kurang menarik.

Pengaruh Pemikirannya
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di belakang hari  sungguh mendalam. Di zaman dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad- abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik pandai abad tengah yang
terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles. Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala.

 Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.
Bila dibandingkan Plato membela anggapan,  bahwa mereka yang ditugaskan untuk memimpin negara harus menguasai ilmu hitung. Sedangkan Aristoteles yang lebih cenderung kearah pandangan filsafat sejarah daripada masalah-masalah kemasyarakatan. Agaknya disini sudah mulai terlihat perbedaan faham antara Ekonomi literal dan Ekonomi kuantitatif , misalnya pada Quesney dapat kita melihat suatu  kecenderungan yang jelas kearah pandangan kuantitatif, Kini analisa kuantitatif makin lama makin mencapai kemenangan. Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie (yang mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie (yang mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap sebagai pelopor Ekonomi Teoritika
Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.
Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dia percaya kerendahan martabat wanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini--tentu saja-–mencerminkan pandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot bukan alang kepalang. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang mendahuluinya dalam urutan.
Masalah ekonomi hadir seiring dengan keberadaan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan akan makanan dan minuman, berpakaian, bertempat tinggal dan hidup dengan layak mendorong manusia melakukan tindakan ekonomi. Bercocok tanam, bertani, berburu, menebang pohon, kerajinan tangan, berdagang, dan seterusnya. Dengan kegiatan ekonomi juga manusia sebenarnya mengekspresikan sosialitasnya; dan melalui tindakan ekonomi, melalui pertukaran kata Aristoteles dalam Nechomacean Ethics, manusia berinteraksi dan membentuk suatu komunitas.
Seiring dengan perkembangan peradaban, kebutuhan manusia semakin meningkat demikian juga cara dan sarana pemenuhan kebutuhan itu makin beragam. Industrialisasi, perdagangan antar negara, dan kegiatan bisnis lainnya kini semakin merebak dan bahkan mengancam keberadaan komunitas. Tindakan ekonomi tidak lagi menunjukkan karakter sosialitas manusia dan tanggung jawabnya terhadap “yang sosial” itu, tapi malahan sebaliknya mengancam, melemahkan dan menghancurkannya. Inilah keprihatinan utama kehidupan ekonomi sekarang ini.
Tapi jangan lupa 2500 tahun yang lalu seorang filsuf Yunani telah merefleksikan masalah ekonomi semacam itu. Aristoteles mengecam sistem dan tindakan ekonomi yang tidak wajar, tidak adil dan tidak sah, karena merugikan dan merusak kehidupan bersama masyarakat negara kota (polis). Dalam pandangan Aristoteles, kegiatan perekonomian terikat dengan sebuah etika, yakni “etika polis”.
Dalam refleksi ini, penulis akan membahas pemikiran ekonomi sang filsuf Yunani ini. Pertama-tama akan dipaparkan terlebih dulu hakikat negara sebagai komunitas etis dalam pandangan Aristoteles (1). Kemudian akan dibahas bagaimana aktifitas ekonomi sebagai bagian dari kegiatan dalam negara polis (2), serta pandangan dan teori-teori ekonomi menurut Aristoteles (3). Dan di akhir tulisan ini, penulis akan mengemukakan sejumlah penilaian kritis.

            Aktifitas Ekonomi sebagai Masalah Etika
Dalam karya-karyanya, sebenarnya Aristoteles tidak membahas persoalan-persoalan ekonomi secara luas dan mendetail. Pemikiran ekonomi Aristoteles ini paling-paling hanya bisa ditemukan dalam Politics terutama pada buku 1, dan pada buku 5 dari karyanya yang berjudul Nicomachean Ethics. Lagi pula gagasan-gagasan ekonominya lebih merupakan bagian dari pembahasan komprehensifnya mengenai teori politik (negara), ketimbang sebagai pemikiran filosofis yang mandiri atau bidang refleksi yang tersendiri. Tegasnya, ia lebih pantas disebut sebagai uraian mengenai pemikiran sosiologi politik daripada pembahasan panjang mengenai sosiologi ekonomi atau ilmu ekonomi yang bersifat teknis Sebagai bagian dari filsafat kenegaraan, masalah-masalah ekonomi terkait dengan kehidupan warga dalam masyarakat polis, yakni bagaimana mewujudkan kehidupan yang baik dan bermutu.
Bagi Aristoteles, negara ideal itu bisa dicapai, jika negara polis memiliki sarana, syarat-syarat, aturan atau konstitusi yang memungkinkan suatu “polis” dapat dikelola secara baik dan mendatangkan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Syarat penting bagi eksistensi negara kota tersebut adalah tersedianya harta benda untuk memenuhi semua kebutuhan hidup warga. Namun demikian, bukan berarti pemenuhan kebutuhan ekonomi warga ini ditangani langsung oleh negara atau aparatur negara, tidak juga oleh warganegara yang bebas. Sebaliknya, urusan ekonomi ini ditangani dalam lingkup tanggung jawab rumah tangga, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada para pembantu dan budak. Aristoteles menulis: “Property is a part of the household, and the art of acquiring property is a part of the art of managing the household; for no man can live well, or indeed live at all, unless he be provided with necessary”. (Harta benda adalah bagian dari rumah tangga, dan cara memperolehnya juga adalah bagian dari cara mengelola rumah tangga; karena orang tidak bisa hidup dengan baik, bahkan orang tidak bisa sekadar hidup saja, kecuali ada harta benda).
Aristoteles mencermati dengan jelas bahwa rumah tangga memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pertanian, berburu, memancing dan membuat kerajinan seperti menenun dan memintal. Rumah tangga juga harus menghasilkan surplus yang cukup untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari mereka. Tapi menurut Aristoteles tidak mungkin warganegara yang bebas melakukan pekerjaan-pekerjaan itu karena niscaya mereka tidak akan memiliki waktu luang untuk mengelola polis dan memikirkan kebaikan semua warga kota. Oleh karena itu, Aristoteles mengusulkan agar warganegara harus memiliki instrumen untuk mengelola rumah tangganya. Ada dua instrumen yang disebut Aristoteles.
Pertama, instrumen produktif, yakni mekanisme untuk memproduksi hasil atau tujuan-tujuan di luar pekerjaan (saya kira ini terkait dengan seni pemerolehan kekayaan); dan kedua, instrumen tindakan yakni pelayan dan budak yang keberadaan memungkinkan hidup yang baik dengan melayani tuannya. Keduanya dibutuhkan dalam pengelolaan rumah tangga.
Karena pengelolan rumah tangga menjadi bagian dari upaya menciptakan kebaikan publik, maka Aristoteles lalu mencoba membuat pemilahan mengenai praktek-praktek ekonomi macam apa yang mendukung bagi kebaikan negara kota (polis) sehingga dipandang sebagai kegiatan yang absah dan natural, dan mana yang tidak mendukung kebaikan.
Jenis kegiatan ekonomi yang absah adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk sekadar memenuhi nafkah hidup sehari-hari dengan syarat kecukupan alamiah, yakni dalam rangka menjamin adanya persediaan barang-barang yang dapat disimpan dan yang diperlukan untuk kehidupan dan bermanfaat bagi polis atau rumah tangga. Bertani, berburu, memancing, menenun, memintal, dan sebagainya adalah cara pemerolehan yang sah karena harta benda atau kekayaan yang dihasilkan dari pekerjaan itu diperoleh secara alamiah, disediakan alam untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Ia tetap absah, menurut Aristoteles,sepanjang dilakukan tidak untuk mengejar keuntungan semata-mata atau untuk mengejar harta secara tak terbatas.
Hal ini juga berlaku dalam mekanisme pertukaran yang dilakukan antar asosiasi (rumah tangga). Dalam pertukaran (disini Aristoteles telah membuat distingsi penting tentang nilai guna dan nilai tukar barang), orang-orang yang memiliki sejumlah barang yang berbeda-beda saling melakukan pertukaran untuk memenuhi kebutuhan yang muncul melalui barter. Misalnya gandum ditukar dengan sepatu, sejumlah polpen ditukar dengan buku, bangunan rumah ditukar dengan sebidang tanah, dan seterusnya. Pertukaran semacam ini perbolehkan karena memenuhi syarat-syarat kecukupan alamiah itu dan “not contrary to nature”.
Pemikirannya tentang teori nilai (value) dan harga (price), kemudian Kontribusi terbesar Aristoteles terhadap ilmu ekonomi adaPlah pemikirannya tentang pertukaran barang (exchange of commodities) dan kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut.
            Menurut pandangan aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (man’s desire) relative tanpa batas. Ia membenarkan dan menganggap alami kegiatan produksi yang dimaksudkan untuk menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan, namun kegiatan produksi untuk memenuhi keinginan manusia yang tanpa batas itu yang dikecamnya sebagai sesuatu yang tidak alami (unnatural).
Menurut pandangan aristoteles, barter dianggap hal yang wajar dan bersifat alami dan baik menurutnya, karena merupakan hal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan alami dan tidak ada laba ekonomi yang diperoleh dari pertukaran barang-barang tersebut. Namun dalam kehidupan sekarang ini hal itu merupakan suatu yang using dan tidak produktif, karena tidak melihat dampak positif dari perdagangan.
Pertukaran barang dalam bentuk barter bertujuan untuk memenuhi kebutuhan alami, sebab tidak ada laba ekonomi yang diperoleh dari pertukaran barang dengan barang. Hal ini dianggap wajar oleh Aristoteles. Akan tetapi, pertukaran yang menggunakan uang untuk memperoleh laba di kecamnya. Dalam kehidupan manusia masa sekarang tentu pandangan Aristoteles ini dianggap sangat usang dan tidak produktif, sebab tidak melihat dampak positif dari perdagangan.
Dalam kaitan ini pula, Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menekankan suatu pertukaran yang seimbang dan adil. Yakni pertukaran yang proporsional antar barang-barang dimana ia dapat diperbandingkan antar satu sama lain. Ada ekuivalesi antara apa yang diterima dan yang diberikan. Untuk kebutuhan pertukaran inilah Aristoteles memperkenalkan munculnya “mata uang” yang secara natural dipakai sebagai perbandingan. “Money, then acting as a measure”, tulis Aristoteles. Yakni untuk mengukur keseimbangan maupun kekurangan dan kelebihannya satu sama lain, dan sekaligus juga menyeimbangkan antar barang-barang itu. Aristoteles membedakan antara Oikonomos dan Chrematisti. Menurutnya Oikonomos adalah menyelediki peraturan rumah tangga, dan Chrematisti adalah mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar.  Pemikiran ini dapat disebut sebagai perintis jalan bagi berkembangnya teori ilmu ekonomi.
Pada tahap ini, Aristoteles tidak mempersoalkan mata uang sebagai alat pertukaran yang bersifat alamiah. Namun samar-samar ia mulai khawatir juga ketika uang sudah mulai dilembagakan. Dalam sistem pertukaran tersebut ada tendensi yang berkembang yang menurut Aristoteles menjadi tidak alamiah lagi. Yakni kecenderungan transaksi yang semata-mata untuk mengejar uang belaka. Tendensi ini terus berkembang sehingga pertukaran dan perdagangan menjadi bisnis yang ditujukan untuk mengakumulasi uang. Uang ditukarkan dengan barang-barang, lalu barang-barang ini ditukar lagi untuk memperoleh uang yang lebih banyak. “Seolah-olah uang adalah tujuan orang dan segala yang lain harus mendukung tujuan itu”.
Kecenderungan itulah yang mendorong Aristoteles mengecam cara-cara “riba” (usury) sebagai cara pemerolehan penghasilan yang tidak adil. Yakni sebuah transaksi pertukaran yang dimaksudkan untuk memperbesar modal/uang malalui sistem bunga. Demikian juga menopoli perdagangan yang dilakukan untuk meraih keuntungan pribadi sebesar-sebesarnya.
Riba dan monopoli adalah cara pemerolehan yang tidak sah dan tidak alamiah (unnatural), karena ditujukan untuk suatu jumlah kekayaan yang tidak terbatas dan diperoleh dengan cara mengorbankan orang lain. Padahal, bagi Aristoteles, ada batas-batas kepemilikan harta benda yang diperlukan bagi rumah tangga masyarakat kota agar bisa mencapai “happiness”, “good life” dan kesejahteraan bersama.
Teori Ekonomi Aristoteles
Sebagaimana disinggung dalam bagian 2 di atas, sesungguhnya perhatian utama Aristoteles tercurah pada pembahasan tentang ekonomi “natural” dan “berkeadilan” yang menjadi kegiatan ideal kehidupan yang baik dan berkeutamaan dari warganegara. Oleh karena itu analisis ekonominya lebih memusatkan diri pada kecenderungan-kecenderungan subyektif sang pelaku ekonomi sendiri, yakni kebutuhan dan pemuasan atas kebutuhan itu.
Menurut Aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi keinginannya (man’s desire) yang relatif tak terbatas. Kegiatan produksi yang semata-mata untuk memenuhi hasrat manusia yang tanpa batas dikecamnya sebagai tidak adil (unnatural).oeconomia dan chrematistike.       Yang pertama adalah kegiatan mencukupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, dan yang kedua adalah usaha untuk memperoleh keuntungan sifatnya, misalnya perdagangan yang didorong oleh morif keuntungan sebesar-besanya. Aristoteles mencela yang kedua dan memuji yang pertama. Demikian juga ia membedakan antara “use” (kegunaan) dan “gain” (keuntungan).
Dari analisis ekonomi ini setidaknya ada beberapa gagasan utama Aristoteles yang pada dasarnya menjadi semacam embrio dari pemikiran ekonomi dewasa ini. Adam Smith, misalnya, mengambil banyak insight dari pemikiran-pemikiran ini.
Pertama, teori tentang nilai. Aristoteles telah membuat pembedaan antara nilai guna dan nilai tukar barang. Bahwa nilai tukar barang dihasilkan dari nilai gunanya. Sayangnya, Aristoteles tidak sampai membuat perumusan mengenai “nilai harga” yang baru dikembangkan oleh pengikutnya kemudian, karena ia dihadapkan oleh problem keadilan dalam penetapan harga itu, yakni keadilan komutatifnya. Dalam hal ini Aristoteles mengecam monopoli pasar oleh satu orang karena merupakan cara bertransaksi yang tidak adil. Namun demikian secara bersamaan sesungguhnya Aristoteles telah berusaha mencari hukum keadilan dalam penetapan harga.
Keadilan itu terletak pada tercapainya prinsip “keseimbangan” (equivalence) antara apa yang diberikan dan apa yang diterima. Dan dengan adanya uang sebagai medium pertukaran, keseimbangan dalam penetapan harga maupun dalam pertukatan sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagi hukum keadilan.
Secara logis bila praktek monopoli yang dalam definisi Aristoteles sebagai dominasi penjual/pembeli tunggal (a single seller) dalam pasar dianggap tercela dan tidak adil, maka sebaliknya Aristoteles akan bisa menerima praktek transaksi pertukaran yang dilakukan dalam pasar kompetitif, di mana individu-individu bisa terlibat dalam mekanisme tersebut, tanpa ada seorangpun yang bisa dengan semaunya merubah harga.
Kedua, teori tentang uang. Bagi Aristoteles, uang adalah medium pertukaran (a medium of exchange) sekaligus juga bisa dipakai untuk mengukur nilai barang (a measure of value). Keberadaan uang sebenarnya digunakan untuk menggantikan sistem barter (pertukaran barang dengan barang), bila barter tidak dimungkinkan karena barang yang kita harapkan tidak ada dan karenanya kita memerlukan barang lain untuk kita pertukarkan dalam proses barter selanjutnya (indirect barter). Dan biasanya “uang” yang dijadikan alat pertukaran memiliki nilai yang relatif stabil dan mudah dibawa.
Ketiga, tentang bunga. Aristoteles mengutuk “bunga” yang ada dalam sistem riba. Ia menolak sistem riba atau transaksi pertukaran yang bermaksud semata-mata memperanakpinakkan uang untuk memperbesar modal/uang.
Keempat, Aristoteles membuat pembedaan tiga jenis keadilan: keadilan distributive, keadilan korektif dan keadilan komutatif. Keadilan distributife menyangkut distribusi barang, termasuk kekuasaan politik dan hak milik diantara anggota masyarakat sesuai dengan prinsip sumbangan atau jasa setiap orang.
Keadilan korektif adalah bentuk keadilan yang berfungsi untuk melindungi individu dari kemungkian kerugian yang tidak semestinya baik dalam transaksi yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Keadilan jenis ini biasanya terwujud dalam undang-undang yang memberi kompensasi atau ganti rugi bagi pihak yang dirugikan dalam transaksi dan hukuman bagi yang merugikan. Prinsip yang mau ditegakkan adalah kesamaan kedudukan setiap orang dan masing-masing orang tidak boleh merugikan yang lain. Sementara keadilan komutatif adalah keadilan bagi masing-masing pihak untuk menerima sesuatu yang baik dan menguntungkan secara timbal balik.
Dalam karyanya Nicomachean Ethics, Aristoteles memandang keadilan sebagai keutamaan. Kehidupan yang baik akan tercapai bila prinsip-prinsip keadilan dilaksanakan. Namun demikian, keadilan bagi Aristoteles tidak selalu merupakan kesamaan, karena ada juga ketidaksamaan yang justeru mencerminkan rasa keadilan.
Bila dibandingkan Plato membela anggapan,  bahwa mereka yang ditugaskan untuk memimpin negara harus menguasai ilmu hitung. Sedangkan Aristoteles yang lebih cenderung kearah pandangan filsafat sejarah daripada masalah-masalah kemasyarakatan. Agaknya disini sudah mulai terlihat perbedaan faham antara Ekonomi literal dan Ekonomi kuantitatif , misalnya pada Quesney dapat kita melihat suatu  kecenderungan yang jelas kearah pandangan kuantitatif, sedangkan pada Adam Smith terlihat kecenderungan kearah pandangan filsafat sejarah.

Kini analisa kuantitatif makin lama makin mencapai kemenangan. Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie (yang mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie (yang mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap sebagai pelopor Ekonomi Teoritika.

Menurut Aristoteles, kepala keluarga berusaha agar terdapat pemenuhan kebutuhan sebaik-baiknya dalam lingkungan rumah tangganya. Bilamana Oikos (rumah tangga) yang satu, mempunyai benda tertentu dalam jumlah lebih, maka adalah logis bahwa benda tersebut ditukar dengan benda-benda surplus oikus lainnya.
Begitu pula Aristoteles mengadakan perbedaan antara nilai pakai dan nilai tukar dengan manyatakan bahwa sepasang sepatu dapat digunakan (dipakai), tetapi dapat pula digunakan untuk ditukar. Anggapan selanjutnya adalah bahwa baik uang maupun pertukaran yang dimungkinkan oleh uang adalah esensial bagi kehidupan masyarakat. (kita dapat membayangkan sendiri kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh suatu barter ekonomi).
                   Aristoteles menguraikan uang sebagai benda yang semula diidamkan oleh setiap orang, karena kemungkinan penggunaan-penggunaan yang langsung, dan dengan diterima sebagai suatu alat pertukauran, disebabkan karena semua orang mempunyai kepastian bahwa uag tersebut dapat dialihkan pihak lain, akan tetapi ia menekankan bahwa usaha untuk mencapai uang janganlah dijadikan tujuan.

Seperti halnya dalam hubungan membeli dan menjual, bahkan secara lebih spesifik dalam hal meminjamkan uang dengan mendapat bunga modal. Pendangan modern kini adalah bahwa ilmu ekonomi, merupakan sebuah ilmu pengetahuan otonom.

Kesimpulan
Setelah diuraikan panjang lebar mengenai aspek-aspek pemikiran ekonomi Aristoteles di atas, penulis ingin memberikan sejumlah penilaian kritis terhadap gagasan Aristoteles. Ada kelebihan dan kekurangan dalam gagasan Aristoteles ini yang akan segera diuraikan.
Pertama, tampak sekali bahwa Aristoteles sesungguhnya meletakkan persoalan ekonomi sebagai bagian dari refleksinya terhadap persoalan-persoalan kenegaraan. Negara polis yang dibayangkan Aristoteles adalah komunitas etis yang keberadaannya semata-mata untuk merealisasikan kebaikan bersama. Dan dengan demikian pula pengelolaan ekonomi (sebagai bagian dari persoalan kenegaraan) juga harus tunduk pada tujuan-tujuan masyarakat dalam negara kota yakni untuk mewujudkan kebaikan bersama itu. Kebaikan bersama atau “happiness” ini dalam permikiran ekonomi Aristoteles dicapai bila tiap orang memenuhi kebutuhan dasar hidup secukupnya dan melakukan transaksi ekonomi secara wajar dan adil. Artinya secara moral kegiatan ekonomi ini tidak boleh menyebabkan penderitaan dan kerugian bagi orang lain. Kita juga harus memperlakukan orang lain secara fair dan menghargai hak-haknya, juga menghormati hokum negara sebagai institusi yang menjamin kebaikan bersama bagi seluruh masyarakat.
Gagasan besar inilah yang kini sangat relevan dengan pemikiran baru dewasa ini, sebagaimana yang diserukan Leon Walras, mengenai perlunya sistem ekonomi sosial menggantikan sistem liberalisme pasar yang telah mengingkari tanggung jawab individu terhadap keutamaan kebaikan bersama
Kedua, pandangan antropologis Aristoteles yang menekankan karakter sosialitas manusia pada dasarnya ikut memberikan pertimbangan mengenai “social dimension” dalam pemikiran dan analisis ekonomi. Konsekuensi dari keyakinan ini adalah keutamaan keseluruhan atau komunitas berada di atas keutamaan individu. Individu bermakna sejauh sejauh mendukung kepentingan komunitas. Analisis ekonomi yang memperhatikan aspek sosialitas manusia dan relasi harmoni dalam kehidupan bersama menjadi aspek penting dari sistem ekonomi sosial di atas.
Ketiga, penulis melihat ada kecenderungan Aristoteles untuk tidak menganggap serius dan penting persoalan ekonomi karena ternyata menejemen pengelolaannya harus diserahkan kepada pelayan dan para budak. Mungkin niat Aristoteles baik yakni agar para penguasa dan warganegara tidak begitu disibukkan oleh urusan teknis menejemen sehingga bisa berkonsentrasi penuh mewujudkan kebaikan negara. Tetapi samar-samar bisa dicurigai bahwa sebenarnya Aristoteles menganggap pekerjaan kasar dan kerajinan yang merupakan urusan menejemen rumah tangga itu adalah sesuatu yang hina, tidak berkualitas, dan tidak bermartabat bila dibandingkan dengan aktifitas dalam polis.
Dengan gradasi antara keutamaan politik dan keutamaan ekonomi, dimana masalah ekonomi adalah subordinatif terhadap masalah politik, meski tampak sekali seruan Aristoteles bahwa persoalan ekonomi mesti tunduk pada keutamaan politik, Aristoteles tidak melihat bahaya ketika ekonomi justeru lepas dari tanggung jawab politik dan tirani ekonomi justeru lebih mematikan daripada tirani politik.
Di sinilah saya kira salah satu alasan mengapa Aristoteles mendukung kepemilikan pribadi, yakni untuk memenuhi keperluan nafkah hidup sehari-hari agar bisa menjalankan tugasnya mengatur polis dan juga warganegara dapat bertindak demi kebaikan kota. Dalam Buku II bagian 5, Aristoteles setidaknya membedakan tiga cara yang mungkin untuk mengatur pemilikan pertanian dan penggunaan hasilnya. Pertama, tanah dimiliki secara terpisah tapi penggunaan produksinya untuk konsumsi bersama. Kedua, tanah dimiliki dan pengolahanya dilakukan secara bersama tapi produksinya dibagikan kepada individu-individu secara probadi, dan ketiga, tanah dan penggunaanya dipakai secara bersama-sama. Namun pada akhirnya ia menegaskan: “It is clearly better that property should be private, but the use of it common, and the special business of the legislator is to create in men this benevolent disposition”.