PEMIKIRAN ARISTOTELES
TENTANG EKONOMI
A.Aristoteles
Aristoteles adalah salah
satu filosuf yang dianggap sangat berjasa dalam meletakkan sendi-sendi pertama
rasionalitas Barat adalah Aristoteles, yang merupakan murid Plato. Meskipun
diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan pandangan, tetapi Aristoteles
dianggap sebagai murid yang mewarisi pemikiran-pemikiran gurunya, dan dianggap
sebagai salah satu tokoh penggerak zaman.
Dia juga dianggap sebagai peletak tonggak dasar dalam sejarah pemikiran Barat. Bahkan Michael H. Hart menilai bahwa Aristoteles adalah seorang filosuf dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa lampau. Dia memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir tiap cabang falsafah dan memberi sumbangsih tak terperikan besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Meskipun banyak ide-ide Aristoteles yang tampaknya kini sudah ketinggalan zaman, tetapi yang paling penting dari apa yang pernah dilakukannya adalah pendekatan rasional yang senantiasa melandasi karyanya.
Dia juga dianggap sebagai peletak tonggak dasar dalam sejarah pemikiran Barat. Bahkan Michael H. Hart menilai bahwa Aristoteles adalah seorang filosuf dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa lampau. Dia memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir tiap cabang falsafah dan memberi sumbangsih tak terperikan besarnya terhadap ilmu pengetahuan. Meskipun banyak ide-ide Aristoteles yang tampaknya kini sudah ketinggalan zaman, tetapi yang paling penting dari apa yang pernah dilakukannya adalah pendekatan rasional yang senantiasa melandasi karyanya.
Dia filosof orisinal, dia
penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif, dia menulis
tentang etika dan metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan,
pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena. Salah
satu proyek penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya
untuk studi bandingan. Makalah ini berusaha mendeskripsikan pemikiran-pemikiran
filsafat Aristoteles sebagai tokoh yang telah berhasil membentuk dan meletakkan
dasar yang paling kokoh bagi pembangunan kebudayaan dan peradaban Barat modern.
B. Riwayat Hidupnya
Dalam teks bahasa
Inggris, nama Aristoteles ditulis Aristotle, dan dalam teks Arab biasanya
ditulis Aristutulis atau Aristu. Sedangkan dalam tulisan asli Yunani biasanya
ditulis ‘Aριστοτέλης. Dia lahir 384 SM di Stagira, sebuah kota koloni di
semenanjung Chalcidice, yang berada di wilayah Macedonia, yang terletak di
sebelah utara Yunani, atau yang kini menjadi Yunani Utara. Dia meninggal tahun
322 SM.
Ayahnya bernama Nichomachus, seorang sahabat dan dokter keluarga Amyntas II, raja Macedonia, ayah raja Philippos, dan kakek Alexandros yang kemudian dikenal dengan nama Alexander Agung. Meskipun telah lama tinggal di Macedonia, tetapi Nichpmachus adalah orang asli Yunani. Berbeda dari Plato, yang merupakan keturunan bangsawan, Aristoteles berasal dari keluraga menengah.
Ayahnya bernama Nichomachus, seorang sahabat dan dokter keluarga Amyntas II, raja Macedonia, ayah raja Philippos, dan kakek Alexandros yang kemudian dikenal dengan nama Alexander Agung. Meskipun telah lama tinggal di Macedonia, tetapi Nichpmachus adalah orang asli Yunani. Berbeda dari Plato, yang merupakan keturunan bangsawan, Aristoteles berasal dari keluraga menengah.
Sejak kecil,
Aristoteles diasuh dan dididik oleh ayahnya sendiri dalam bidang kedokteran.
Ayahnya berharap jika besar nanti, Aristoteles dapat menggantikan ayahnya
sebagai dokter keluarga raja Macedonia. Namun, harapan ayahnya tidak terwujud,
karena sebelum Aristoteles berhasil menamatkan pelajarannya, ayahnya telah
meninggal dunia. Meskipun begitu, sanga ayah telah berhasil mewariskan minat
yang besar terhadap biologi kepada anaknya yang tampaknya terhadap karyanya di
kemudian hari.
Mengenai kisah masa muda
Aristoteles, sekurang-kurangnya terdapat dua versi yang saling berbeda satu
dengan lainnya. Menurut para pengagumnya, ketika Aristoteles masih berusah
sangat muda, yaitu tujuh tahun, ia berangkat ke Athena dan menjadi murid Plato.
Menurut mereka, Aristoteles menjadi murid kesayangan Plato selam dua puluh
tahun. Mereka yang mengagumi Aristoteles itu tidak pernah mengatakan bahwa dia
sangat sembrono dan serampangan. Sedangkan menurut versi lain dikatakan bahwa
sepeninggal ayahnya, Aristoteles yang masih muda itu hidup berfoya-foya dan
menghambur-hamburkan harta warisan orang tuanya. Ketika harta orang tuanya
telah habis dan lenyap, dia mendaftarkan diri sebagai tentara untuk menyambung
hidupnya agar tidak mati kelaparan. Menurut versi ini, sesudah mendapat bekal
dan modal yang cukup, Aristoteles kemudian kembali ke kota kelahirannya di
Stageira dan salama beberapa tahun di sana ia dikenal sebagai seorang dokter
muda yang mencoba mempraktikkan segala ilmunya yang ia peroleh dari ayahnya.
Pada usia 30 tahun, ia meninggalkan Stageira dan berangkat menuju Athena, lalu
mendaftarkan diri menjadi murid Plato. Jika versi ini benar, berarti
Aristoteles hanya belajar di Akademia Plato selama delapan tahun, dan bukan 20
tahun. Namun, dalam beberapa rujukan cenderung mendukung pendapat pertama,
bahwa Aristoteles belajar di Athena selama 20 tahun, dan bukan delapan tahun
seperti pada pendapat kedua.
Selama belajar di
Akademia Plato, Aristoteles mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan
seperti Matematika, Politik, Etika dan berbagai ilmu pengetahuan lain. Selain
itu, ia mempunyai hobi mengumpulkan buku sehingga dalam waktu yang relatif
singkat, rumahnya telah menjadi penuh buku, sehingga menyerupai perpustakaan.
Tidak heran jika Si maha guru Plato, menyebut rumah Aritoteles sebagai “rumah
si tukang baca”.
Aristoteles merupakan
salah satu murid Plato yang sangat cepat dikenal karena dia tidak mau sekedar
bernaung dibawah keagungan sang guru. Itu pula sebabnya dia dikenal sebagai
murid “tukang kecam” dan senang mendebat sang guru yang banyak dihormati oleh
banyak muridnya yang lain, kendati kecamannya sering kali tidak relevan, dan
menunjukkan ketakfahamannya terhadap ajaran Plato. Namun, jika ditanya mengapa
dia mengecam Plato, dia akan menjawab : “Amicus Plato, sed magis amica veritas”
yang berarti “Plato kukasihi, tapi aku lebih mengasihi kebenaran.” Oleh karena
itu, sebagian pakar berpendapat bahwa hubungan Aristoteles dan Plato
sesungguhnya telah retak sejak jauh sebelum menjelang kematian Plato. Oleh
sebab itu, Plato tidak menunjuk Aritoteles untuk menjadi penggantinya dalam
memimpin Akademia, melainkan menunjuk Speusippos. Hal itu tentu sangat
mengecewakan Aristoteles.
Plato meninggal pada
347 SM, dan pada tahun itu juga Aristoteles bersama dengan teman sekelasnya bernama
Xenokrates meninggalkan Athena. Mereka berangkat menuju ke pantai Asia Kecil,
pertama-tama tinggal di Atarneus, lalu pindah ke Assos kemudian tinggal di
Mitylene. Penguasa Atarneus saat itu adalah Hermeias yang adalah alumnus
Akademia Plato. Tentu kedatangan Aristoteles dan Xenakrates dismbut gembira
oleh Hermeias, bahkan meminta mereka untuk membantu mengajar di sekolah yang
telah didirikan oleh Erastos dan Koriskos, dua murid yang dikirim Plato dari
Akademia atas permintaan Hermeias. Hubungan mereka sangat akrab, bahkan
akhirnya Aristoteles menikah dengan Pythias, yang merupakan anak angkat dan
kemenakan Hermeias sendiri. Sepasang insan itu hidup bahagia. Namun, setahun
kemuadian yaitu tahun 343 SM negara yang dikuasai Hermeias ditaklukkan oleh tentara
Persia dan Hermeias dibawa ke Persia dan dibunuh disana. Akhirnya Aristoteles
dan keluarganya menyingkir ke daerah-daerah sekitar dan menetap beberapa waktu
di Mitylere atas undangan Theophrastus, sahabatnya semenjak mereka belajar di
Akademia Plato.
Di tahun 342 SM
Aristoteles menerima undangan khusus dari Philippos, raja Macedonia, agar dia
bersedia mendidik putra mahkotanya, Alexandros atau Alexander. Undangan itu
dipenuhi. Dia mendidik Alexandros selama dua tahun, dan berhasil mendidik calon
pemimpin yang terampil, meski sebelumnya Alexandros dikenal sebagai seorang
remaja yang serampangan, mudah tersinggung, mudah marah, dan berbagai perangai
buruk lainnya. Alexndros juga terkesan dengan pendidikan yang diberikan oleh
Aristoteles, sehingga meskipun telah dilantik menjadi pejabata raja pada 340,
Alexandros tetap menghoramti Aristoteles sebagaiman menghormati ayahnya sendiri.
Tahun 336 SM Philippos
wafat dan digantikan oleh putra mahkota yang sudah dipersiapkan, yaitu Alexadros.
Ia menaklukkan Persia dan berbagai tempat lainnya, yang di kemudian hari
ternyata merupakan penaklukan dunia. Di saat Alexander berkuasa, Aristoteles
kembali ke Athena. Ia kemudian mendirikan sekolah sendiri di Athena, yaitu di
lapangan senam yang merupakan bagian dari halaman Kuil Dewa Apollo Lykeios
(Dewa Pelindung terhadap serigala). Karena terletak di halam Kuil Lykeios, maka
sekolah itu dinamakan Lykeion yang dalam bahasa Latin disebut Lyceum. Sekolah
itu kemudian menjadi populer mengalahkan popularitas sekolah Isocrates yang
selama ini telah berhasil mendidik para pemimpin Athena, dan berada di urutan
kedua setelah Akademia Plato yang saat itu dipimpin oleh Xenakrates yang
menggantikan Speusippos.
Aristoteles jatuh sakit dan meninggal dunia pada 322 SM, yang kemungkinan disebabkan oleh pekerjaannya yang tak mengenal batas. Saat meninggal dunia, ia berumum sekitar enam puluh tahun.
Aristoteles jatuh sakit dan meninggal dunia pada 322 SM, yang kemungkinan disebabkan oleh pekerjaannya yang tak mengenal batas. Saat meninggal dunia, ia berumum sekitar enam puluh tahun.
C. Karyanya
Menurut catatan
sejarah, Plato dan Aristoteles adalah guru dan murid yang merupakan dua tokoh
besar dalam sejarah, yang telah berhasil membentuk dan meletakkan dasar yang
paling kokoh bagi pembangunan kebudayaan dan peradaban Barat modern. Di sisi
lain, meskipun di sana sini terdapat perbedaan—bahkan pertentangan—antara kedua
tokoh guru dan murid itu, tetapi keduanya pantas dinobatkan menjadi pahlawan
dunia dalam bidang ilmu pengetahuan yang melepaskan dan membebaskan manusia
dari belenggu ketaktahuan agara manusia tahu bahwa dia tahu jika mau tahu. Justin
D. Kaptain menulis tentang hal itu sebagai berikut. To many, Plato represents the
lyrical, soaring imagination, while Aristotle represents investigation, prosaic
and eartbound. Plato seems inspired and inspiring, while Aristotle seems tied
to inflexible system and unrelenting logic. One is a reformer, a prophet, and
an artist, the other a comlier, an observer, and an organizer. Plato seems to
represent the highest nobility of thought and aspiration; Aritotle seems
content to accept and work within the day-to-day limitations of human behaviour
... (Bagi banyak orang, Plato menunjukkan seorang yang antusias, dengan
imajinasi yang begitu membumbung tinggi, sementara Aristoteles melambangkan
penelitian, menjemukan, dan terikat pada bumi. Plato tampak bersembangat dan
sanggup membangkitkan semanat, sedangkan Aristoteles tampak terikat pada suatu
sistem yang tidak luwes dan logika yang ruwet dan kaku. Yang satu adalah
seorang pembaharu, nabi, dan artis, yang lain adalah seorang penyusun,
pengamat, danorganisator. Plato tampak melukiskan kemuliaan tertinggi dari
pikiran dan aspirasi; sementara Aristoteles kelihatan puas menerima dan bekerja
dalam batasan-batasan hari-ke-hari dari perilaku manusia ...)
Salah satu karya
Aristoteles yang paling menonjol adalah penelitian ilmiah. Ia melakukan
penelitian bidang zoologi, biologi, dan botani ketika ia mernatau ke sekitar
pantai Asia Kecil dengan menggunakan segala fasilitas yang disediakan oleh
Hermeias bersama dengan Theophrastus. Selain itu, Aristoteles juga melakukan
penelitian khusus terhadap konstitusi dan sistem politik dari 158 negara kota
(polis) di Yunani.Analisanya terhadap penelitiannya itu merupakan karya besar
di bidang politik dan telah meletakkan dasar yang teguh bagi ilmu politik yang
disebut Perbanding Pemerintahan dan Politik.
Para cendekiawan di zaman purba mengatakan bahwa karya tulis Aristoteles lebih dari 400 buku. Namun, sebagian besar telah musnah. Dari sekitar 50 buku yang masih ada, hanya sekitar separuhnya yang benar-benar merupakan hasil karya Aristoteles sendiri. Karya Plato begitu indah dan menarik, sementra karya Aristoteles kurang begitu indah dan kurang menarik.
Para cendekiawan di zaman purba mengatakan bahwa karya tulis Aristoteles lebih dari 400 buku. Namun, sebagian besar telah musnah. Dari sekitar 50 buku yang masih ada, hanya sekitar separuhnya yang benar-benar merupakan hasil karya Aristoteles sendiri. Karya Plato begitu indah dan menarik, sementra karya Aristoteles kurang begitu indah dan kurang menarik.
Pengaruh Pemikirannya
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di
belakang hari sungguh mendalam. Di zaman
dulu dan zaman pertengahan, hasil karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa
Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis
Yunani yang muncul kemudian, begitu pula filosof-filosof Byzantium mempelajari
karyanya dan menaruh kekaguman yang sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya
banyak membawa pengaruh pada filosof Islam dan berabad- abad lamanya
tulisan-tulisannya mendominir cara berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes),
mungkin filosof Arab yang paling terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan
antara Teologi Islam dengan rasionalisme Aristoteles. Maimomides, pemikir
paling terkemuka Yahudi abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme.
Tetapi, hasil kerja paling gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya
cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak
kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles. Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala.
Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme
yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai
era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang
transaksi ekonomi dan membedakan di antaranya antara yang bersifat
"natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait
dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya
oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan
kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan
unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang
sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati
transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek
sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini kelak
akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad
Pertengahan.
Bila
dibandingkan Plato membela anggapan,
bahwa mereka yang ditugaskan untuk memimpin negara harus menguasai ilmu
hitung. Sedangkan Aristoteles yang lebih cenderung kearah pandangan filsafat
sejarah daripada masalah-masalah kemasyarakatan. Agaknya disini sudah mulai
terlihat perbedaan faham antara Ekonomi literal dan Ekonomi
kuantitatif , misalnya pada Quesney dapat kita melihat suatu kecenderungan yang jelas kearah pandangan
kuantitatif, Kini analisa kuantitatif makin lama makin mencapai kemenangan.
Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie (yang
mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie (yang
mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap
sebagai pelopor Ekonomi Teoritika
Aristotles juga membela
kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang seseorang untuk
melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang merupakan bagian
dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.
Dalam keadaan itu
tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam bungkus intelek yang jitu
tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada semacam lampu penerang
jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan ihwal dirinya tak salah
lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi berikutnya
terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide
Aristoteles kelihatan reaksioner diukur dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia
mendukung perbudakan karena dianggapnya sejalan dengan garis hukum alam. Dia
percaya kerendahan martabat wanita ketimbang laki-laki. Kedua ide ini--tentu
saja-–mencerminkan pandangan yang berlaku pada zaman itu. Tetapi, tak kurang
pula banyaknya buah pikiran Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya
kalimatnya, “Kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat
“Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni
memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada
pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu belum ada sekolah seperti
yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad
belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles telah merosot
bukan alang kepalang. Namun, ada yang berpikir bahwa pengaruhnya sudah begitu
menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa
menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat
urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang
mendahuluinya dalam urutan.
Masalah ekonomi
hadir seiring dengan keberadaan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan akan makanan dan minuman, berpakaian, bertempat tinggal dan hidup
dengan layak mendorong manusia melakukan tindakan ekonomi. Bercocok tanam,
bertani, berburu, menebang pohon, kerajinan tangan, berdagang, dan seterusnya.
Dengan kegiatan ekonomi juga manusia sebenarnya mengekspresikan sosialitasnya;
dan melalui tindakan ekonomi, melalui pertukaran kata Aristoteles dalam
Nechomacean Ethics, manusia berinteraksi dan membentuk suatu komunitas.
Seiring dengan
perkembangan peradaban, kebutuhan manusia semakin meningkat demikian juga cara
dan sarana pemenuhan kebutuhan itu makin beragam. Industrialisasi, perdagangan
antar negara, dan kegiatan bisnis lainnya kini semakin merebak dan bahkan
mengancam keberadaan komunitas. Tindakan ekonomi tidak lagi menunjukkan
karakter sosialitas manusia dan tanggung jawabnya terhadap “yang sosial” itu,
tapi malahan sebaliknya mengancam, melemahkan dan menghancurkannya. Inilah
keprihatinan utama kehidupan ekonomi sekarang ini.
Tapi jangan lupa
2500 tahun yang lalu seorang filsuf Yunani telah merefleksikan masalah ekonomi
semacam itu. Aristoteles mengecam sistem dan tindakan ekonomi yang tidak wajar,
tidak adil dan tidak sah, karena merugikan dan merusak kehidupan bersama
masyarakat negara kota (polis). Dalam pandangan Aristoteles, kegiatan
perekonomian terikat dengan sebuah etika, yakni “etika polis”.
Dalam refleksi ini, penulis akan membahas pemikiran ekonomi sang filsuf Yunani ini. Pertama-tama akan dipaparkan terlebih dulu hakikat negara sebagai komunitas etis dalam pandangan Aristoteles (1). Kemudian akan dibahas bagaimana aktifitas ekonomi sebagai bagian dari kegiatan dalam negara polis (2), serta pandangan dan teori-teori ekonomi menurut Aristoteles (3). Dan di akhir tulisan ini, penulis akan mengemukakan sejumlah penilaian kritis.
Aktifitas Ekonomi sebagai Masalah Etika
Dalam refleksi ini, penulis akan membahas pemikiran ekonomi sang filsuf Yunani ini. Pertama-tama akan dipaparkan terlebih dulu hakikat negara sebagai komunitas etis dalam pandangan Aristoteles (1). Kemudian akan dibahas bagaimana aktifitas ekonomi sebagai bagian dari kegiatan dalam negara polis (2), serta pandangan dan teori-teori ekonomi menurut Aristoteles (3). Dan di akhir tulisan ini, penulis akan mengemukakan sejumlah penilaian kritis.
Aktifitas Ekonomi sebagai Masalah Etika
Dalam
karya-karyanya, sebenarnya Aristoteles tidak membahas persoalan-persoalan
ekonomi secara luas dan mendetail. Pemikiran ekonomi Aristoteles ini
paling-paling hanya bisa ditemukan dalam Politics terutama pada buku 1,
dan pada buku 5 dari karyanya yang berjudul Nicomachean Ethics. Lagi
pula gagasan-gagasan ekonominya lebih merupakan bagian dari pembahasan
komprehensifnya mengenai teori politik (negara), ketimbang sebagai pemikiran
filosofis yang mandiri atau bidang refleksi yang tersendiri. Tegasnya, ia lebih
pantas disebut sebagai uraian mengenai pemikiran sosiologi politik daripada
pembahasan panjang mengenai sosiologi ekonomi atau ilmu ekonomi yang bersifat
teknis Sebagai bagian dari filsafat kenegaraan, masalah-masalah ekonomi
terkait dengan kehidupan warga dalam masyarakat polis, yakni bagaimana
mewujudkan kehidupan yang baik dan bermutu.
Bagi
Aristoteles, negara ideal itu bisa dicapai, jika negara polis memiliki sarana,
syarat-syarat, aturan atau konstitusi yang memungkinkan suatu “polis” dapat
dikelola secara baik dan mendatangkan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Syarat
penting bagi eksistensi negara kota tersebut adalah tersedianya harta benda
untuk memenuhi semua kebutuhan hidup warga. Namun demikian, bukan berarti
pemenuhan kebutuhan ekonomi warga ini ditangani langsung oleh negara atau
aparatur negara, tidak juga oleh warganegara yang bebas. Sebaliknya, urusan
ekonomi ini ditangani dalam lingkup tanggung jawab rumah tangga, sedangkan
pengelolaannya diserahkan kepada para pembantu dan budak. Aristoteles menulis: “Property
is a part of the household, and the art of acquiring property is a part of the
art of managing the household; for no man can live well, or indeed live at all,
unless he be provided with necessary”. (Harta benda adalah bagian dari rumah
tangga, dan cara memperolehnya juga adalah bagian dari cara mengelola rumah
tangga; karena orang tidak bisa hidup dengan baik, bahkan orang tidak bisa
sekadar hidup saja, kecuali ada harta benda).
Aristoteles
mencermati dengan jelas bahwa rumah tangga memenuhi kebutuhan hidupnya melalui
pertanian, berburu, memancing dan membuat kerajinan seperti menenun dan
memintal. Rumah tangga juga harus menghasilkan surplus yang cukup untuk
memperoleh kebutuhan sehari-hari mereka. Tapi menurut Aristoteles tidak mungkin
warganegara yang bebas melakukan pekerjaan-pekerjaan itu karena niscaya mereka
tidak akan memiliki waktu luang untuk mengelola polis dan memikirkan kebaikan
semua warga kota. Oleh karena itu, Aristoteles mengusulkan agar warganegara
harus memiliki instrumen untuk mengelola rumah tangganya. Ada dua instrumen
yang disebut Aristoteles.
Pertama, instrumen
produktif, yakni mekanisme untuk memproduksi hasil atau tujuan-tujuan di luar
pekerjaan (saya kira ini terkait dengan seni pemerolehan kekayaan); dan kedua,
instrumen tindakan yakni pelayan dan budak yang keberadaan memungkinkan hidup
yang baik dengan melayani tuannya. Keduanya dibutuhkan dalam pengelolaan rumah
tangga.
Karena
pengelolan rumah tangga menjadi bagian dari upaya menciptakan kebaikan publik,
maka Aristoteles lalu mencoba membuat pemilahan mengenai praktek-praktek
ekonomi macam apa yang mendukung bagi kebaikan negara kota (polis)
sehingga dipandang sebagai kegiatan yang absah dan natural, dan mana yang tidak
mendukung kebaikan.
Jenis kegiatan
ekonomi yang absah adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk sekadar memenuhi
nafkah hidup sehari-hari dengan syarat kecukupan alamiah, yakni dalam rangka
menjamin adanya persediaan barang-barang yang dapat disimpan dan yang
diperlukan untuk kehidupan dan bermanfaat bagi polis atau rumah tangga.
Bertani, berburu, memancing, menenun, memintal, dan sebagainya adalah cara
pemerolehan yang sah karena harta benda atau kekayaan yang dihasilkan dari pekerjaan
itu diperoleh secara alamiah, disediakan alam untuk kebutuhan sehari-hari
manusia. Ia tetap absah, menurut Aristoteles,sepanjang dilakukan tidak untuk
mengejar keuntungan semata-mata atau untuk mengejar harta secara tak terbatas.
Hal ini juga
berlaku dalam mekanisme pertukaran yang dilakukan antar asosiasi (rumah
tangga). Dalam pertukaran (disini Aristoteles telah membuat distingsi penting
tentang nilai guna dan nilai tukar barang), orang-orang yang memiliki sejumlah
barang yang berbeda-beda saling melakukan pertukaran untuk memenuhi kebutuhan
yang muncul melalui barter. Misalnya gandum ditukar dengan sepatu, sejumlah
polpen ditukar dengan buku, bangunan rumah ditukar dengan sebidang tanah, dan
seterusnya. Pertukaran semacam ini perbolehkan karena memenuhi syarat-syarat
kecukupan alamiah itu dan “not contrary to nature”.
Pemikirannya tentang teori nilai
(value) dan harga (price), kemudian Kontribusi terbesar Aristoteles terhadap
ilmu ekonomi adaPlah pemikirannya tentang pertukaran barang (exchange of
commodities) dan kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut.
Menurut pandangan
aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi
keinginannya (man’s desire) relative tanpa batas. Ia membenarkan dan menganggap
alami kegiatan produksi yang dimaksudkan untuk menghasilkan barang guna
memenuhi kebutuhan, namun kegiatan produksi untuk memenuhi keinginan manusia
yang tanpa batas itu yang dikecamnya sebagai sesuatu yang tidak alami
(unnatural).
Menurut pandangan aristoteles,
barter dianggap hal yang wajar dan bersifat alami dan baik menurutnya, karena
merupakan hal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan alami dan tidak ada laba
ekonomi yang diperoleh dari pertukaran barang-barang tersebut. Namun dalam
kehidupan sekarang ini hal itu merupakan suatu yang using dan tidak produktif,
karena tidak melihat dampak positif dari perdagangan.
Pertukaran barang dalam bentuk barter bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan alami, sebab tidak ada laba ekonomi yang diperoleh dari
pertukaran barang dengan barang. Hal ini dianggap wajar oleh Aristoteles. Akan
tetapi, pertukaran yang menggunakan uang untuk memperoleh laba di kecamnya.
Dalam kehidupan manusia masa sekarang tentu pandangan Aristoteles ini dianggap
sangat usang dan tidak produktif, sebab tidak melihat dampak positif dari
perdagangan.
Dalam kaitan ini pula,
Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menekankan suatu pertukaran yang
seimbang dan adil. Yakni pertukaran yang proporsional antar barang-barang
dimana ia dapat diperbandingkan antar satu sama lain. Ada ekuivalesi antara apa
yang diterima dan yang diberikan. Untuk kebutuhan pertukaran inilah Aristoteles
memperkenalkan munculnya “mata uang” yang secara natural dipakai sebagai
perbandingan. “Money, then acting as a measure”, tulis Aristoteles.
Yakni untuk mengukur keseimbangan maupun kekurangan dan kelebihannya satu sama
lain, dan sekaligus juga menyeimbangkan antar barang-barang itu. Aristoteles
membedakan antara Oikonomos dan Chrematisti. Menurutnya Oikonomos
adalah menyelediki peraturan rumah tangga, dan Chrematisti adalah
mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar. Pemikiran ini dapat
disebut sebagai perintis jalan bagi berkembangnya teori ilmu ekonomi.
Pada tahap ini,
Aristoteles tidak mempersoalkan mata uang sebagai alat pertukaran yang bersifat
alamiah. Namun samar-samar ia mulai khawatir juga ketika uang sudah mulai
dilembagakan. Dalam sistem pertukaran tersebut ada tendensi yang berkembang
yang menurut Aristoteles menjadi tidak alamiah lagi. Yakni kecenderungan
transaksi yang semata-mata untuk mengejar uang belaka. Tendensi ini terus
berkembang sehingga pertukaran dan perdagangan menjadi bisnis yang ditujukan
untuk mengakumulasi uang. Uang ditukarkan dengan barang-barang, lalu
barang-barang ini ditukar lagi untuk memperoleh uang yang lebih banyak.
“Seolah-olah uang adalah tujuan orang dan segala yang lain harus mendukung
tujuan itu”.
Kecenderungan
itulah yang mendorong Aristoteles mengecam cara-cara “riba” (usury) sebagai
cara pemerolehan penghasilan yang tidak adil. Yakni sebuah transaksi pertukaran
yang dimaksudkan untuk memperbesar modal/uang malalui sistem bunga. Demikian
juga menopoli perdagangan yang dilakukan untuk meraih keuntungan pribadi
sebesar-sebesarnya.
Riba dan
monopoli adalah cara pemerolehan yang tidak sah dan tidak alamiah (unnatural),
karena ditujukan untuk suatu jumlah kekayaan yang tidak terbatas dan diperoleh
dengan cara mengorbankan orang lain. Padahal, bagi Aristoteles, ada batas-batas
kepemilikan harta benda yang diperlukan bagi rumah tangga masyarakat kota agar
bisa mencapai “happiness”, “good life” dan kesejahteraan bersama.
Teori Ekonomi
Aristoteles
Sebagaimana
disinggung dalam bagian 2 di atas, sesungguhnya perhatian utama Aristoteles
tercurah pada pembahasan tentang ekonomi “natural” dan “berkeadilan” yang
menjadi kegiatan ideal kehidupan yang baik dan berkeutamaan dari warganegara.
Oleh karena itu analisis ekonominya lebih memusatkan diri pada
kecenderungan-kecenderungan subyektif sang pelaku ekonomi sendiri, yakni
kebutuhan dan pemuasan atas kebutuhan itu.
Menurut
Aristoteles, kebutuhan manusia (man’s need) tidak terlalu banyak, tetapi
keinginannya (man’s desire) yang relatif tak terbatas. Kegiatan produksi
yang semata-mata untuk memenuhi hasrat manusia yang tanpa batas dikecamnya
sebagai tidak adil (unnatural).oeconomia dan chrematistike. Yang pertama
adalah kegiatan mencukupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, dan yang kedua
adalah usaha untuk memperoleh keuntungan sifatnya, misalnya perdagangan yang
didorong oleh morif keuntungan sebesar-besanya. Aristoteles mencela yang kedua
dan memuji yang pertama. Demikian juga ia membedakan antara “use”
(kegunaan) dan “gain” (keuntungan).
Dari analisis ekonomi ini setidaknya ada beberapa
gagasan utama Aristoteles yang pada dasarnya menjadi semacam embrio dari
pemikiran ekonomi dewasa ini. Adam Smith, misalnya, mengambil banyak insight
dari pemikiran-pemikiran ini.
Pertama, teori tentang
nilai. Aristoteles telah membuat pembedaan antara nilai guna dan nilai tukar
barang. Bahwa nilai tukar barang dihasilkan dari nilai gunanya. Sayangnya,
Aristoteles tidak sampai membuat perumusan mengenai “nilai harga” yang baru
dikembangkan oleh pengikutnya kemudian, karena ia dihadapkan oleh problem
keadilan dalam penetapan harga itu, yakni keadilan komutatifnya. Dalam hal ini
Aristoteles mengecam monopoli pasar oleh satu orang karena merupakan cara bertransaksi
yang tidak adil. Namun demikian secara bersamaan sesungguhnya Aristoteles telah
berusaha mencari hukum keadilan dalam penetapan harga.
Keadilan itu
terletak pada tercapainya prinsip “keseimbangan” (equivalence) antara
apa yang diberikan dan apa yang diterima. Dan dengan adanya uang sebagai medium
pertukaran, keseimbangan dalam penetapan harga maupun dalam pertukatan
sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagi hukum keadilan.
Secara logis
bila praktek monopoli yang dalam definisi Aristoteles sebagai dominasi
penjual/pembeli tunggal (a single seller) dalam pasar dianggap tercela
dan tidak adil, maka sebaliknya Aristoteles akan bisa menerima praktek
transaksi pertukaran yang dilakukan dalam pasar kompetitif, di mana
individu-individu bisa terlibat dalam mekanisme tersebut, tanpa ada seorangpun
yang bisa dengan semaunya merubah harga.
Kedua, teori
tentang uang. Bagi Aristoteles, uang adalah medium pertukaran (a medium of
exchange) sekaligus juga bisa dipakai untuk mengukur nilai barang (a
measure of value). Keberadaan uang sebenarnya digunakan untuk menggantikan
sistem barter (pertukaran barang dengan barang), bila barter tidak dimungkinkan
karena barang yang kita harapkan tidak ada dan karenanya kita memerlukan barang
lain untuk kita pertukarkan dalam proses barter selanjutnya (indirect
barter). Dan biasanya “uang” yang dijadikan alat pertukaran memiliki nilai
yang relatif stabil dan mudah dibawa.
Ketiga, tentang bunga.
Aristoteles mengutuk “bunga” yang ada dalam sistem riba. Ia menolak sistem riba
atau transaksi pertukaran yang bermaksud semata-mata memperanakpinakkan uang
untuk memperbesar modal/uang.
Keempat, Aristoteles
membuat pembedaan tiga jenis keadilan: keadilan distributive, keadilan korektif
dan keadilan komutatif. Keadilan distributife menyangkut distribusi barang,
termasuk kekuasaan politik dan hak milik diantara anggota masyarakat sesuai
dengan prinsip sumbangan atau jasa setiap orang.
Keadilan
korektif adalah bentuk keadilan yang berfungsi untuk melindungi individu dari
kemungkian kerugian yang tidak semestinya baik dalam transaksi yang dikehendaki
maupun yang tidak dikehendaki. Keadilan jenis ini biasanya terwujud dalam
undang-undang yang memberi kompensasi atau ganti rugi bagi pihak yang dirugikan
dalam transaksi dan hukuman bagi yang merugikan. Prinsip yang mau ditegakkan
adalah kesamaan kedudukan setiap orang dan masing-masing orang tidak boleh
merugikan yang lain. Sementara keadilan komutatif adalah keadilan bagi
masing-masing pihak untuk menerima sesuatu yang baik dan menguntungkan secara
timbal balik.
Dalam karyanya
Nicomachean Ethics, Aristoteles memandang keadilan sebagai keutamaan. Kehidupan
yang baik akan tercapai bila prinsip-prinsip keadilan dilaksanakan. Namun
demikian, keadilan bagi Aristoteles tidak selalu merupakan kesamaan, karena ada
juga ketidaksamaan yang justeru mencerminkan rasa keadilan.
Bila dibandingkan Plato membela
anggapan, bahwa mereka yang ditugaskan
untuk memimpin negara harus menguasai ilmu hitung. Sedangkan Aristoteles yang
lebih cenderung kearah pandangan filsafat sejarah daripada masalah-masalah
kemasyarakatan. Agaknya disini sudah mulai terlihat perbedaan faham antara Ekonomi
literal dan Ekonomi kuantitatif , misalnya pada Quesney dapat kita
melihat suatu kecenderungan yang jelas
kearah pandangan kuantitatif, sedangkan pada Adam Smith terlihat kecenderungan
kearah pandangan filsafat sejarah.
Kini analisa kuantitatif makin lama
makin mencapai kemenangan. Dalam bukunya “Negara”, Aristoteles membedakan ; oikonomie
(yang mempelajari cara-cara mengatur rumah tangga) dan Chrematistie
(yang mempelajari aturan-aturan pertukaran). Dan sebenarnya dapat pula dianggap
sebagai pelopor Ekonomi Teoritika.
Menurut Aristoteles, kepala keluarga berusaha agar
terdapat pemenuhan kebutuhan sebaik-baiknya dalam lingkungan rumah tangganya.
Bilamana Oikos (rumah tangga) yang satu, mempunyai benda tertentu dalam
jumlah lebih, maka adalah logis bahwa benda tersebut ditukar dengan benda-benda
surplus oikus lainnya.
Begitu pula Aristoteles mengadakan perbedaan antara
nilai pakai dan nilai tukar dengan manyatakan bahwa sepasang sepatu dapat
digunakan (dipakai), tetapi dapat pula digunakan untuk ditukar. Anggapan
selanjutnya adalah bahwa baik uang maupun pertukaran yang dimungkinkan oleh
uang adalah esensial bagi kehidupan masyarakat. (kita dapat membayangkan
sendiri kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh suatu barter ekonomi).
Aristoteles
menguraikan uang sebagai benda yang semula diidamkan oleh setiap orang, karena
kemungkinan penggunaan-penggunaan yang langsung, dan dengan diterima sebagai
suatu alat pertukauran, disebabkan karena semua orang mempunyai kepastian bahwa
uag tersebut dapat dialihkan pihak lain, akan tetapi ia menekankan bahwa usaha
untuk mencapai uang janganlah dijadikan tujuan.
Seperti halnya dalam hubungan membeli dan menjual,
bahkan secara lebih spesifik dalam hal meminjamkan uang dengan mendapat bunga
modal. Pendangan modern kini adalah bahwa ilmu ekonomi, merupakan sebuah ilmu
pengetahuan otonom.
Kesimpulan
Setelah
diuraikan panjang lebar mengenai aspek-aspek pemikiran ekonomi Aristoteles di
atas, penulis ingin memberikan sejumlah penilaian kritis terhadap gagasan
Aristoteles. Ada kelebihan dan kekurangan dalam gagasan Aristoteles ini yang
akan segera diuraikan.
Pertama, tampak sekali
bahwa Aristoteles sesungguhnya meletakkan persoalan ekonomi sebagai bagian dari
refleksinya terhadap persoalan-persoalan kenegaraan. Negara polis yang
dibayangkan Aristoteles adalah komunitas etis yang keberadaannya semata-mata
untuk merealisasikan kebaikan bersama. Dan dengan demikian pula pengelolaan
ekonomi (sebagai bagian dari persoalan kenegaraan) juga harus tunduk pada
tujuan-tujuan masyarakat dalam negara kota yakni untuk mewujudkan kebaikan
bersama itu. Kebaikan bersama atau “happiness” ini dalam permikiran ekonomi
Aristoteles dicapai bila tiap orang memenuhi kebutuhan dasar hidup secukupnya
dan melakukan transaksi ekonomi secara wajar dan adil. Artinya secara moral
kegiatan ekonomi ini tidak boleh menyebabkan penderitaan dan kerugian bagi orang
lain. Kita juga harus memperlakukan orang lain secara fair dan menghargai
hak-haknya, juga menghormati hokum negara sebagai institusi yang menjamin
kebaikan bersama bagi seluruh masyarakat.
Gagasan besar
inilah yang kini sangat relevan dengan pemikiran baru dewasa ini, sebagaimana
yang diserukan Leon Walras, mengenai perlunya sistem ekonomi sosial
menggantikan sistem liberalisme pasar yang telah mengingkari tanggung jawab
individu terhadap keutamaan kebaikan bersama
Kedua, pandangan
antropologis Aristoteles yang menekankan karakter sosialitas manusia pada
dasarnya ikut memberikan pertimbangan mengenai “social dimension” dalam
pemikiran dan analisis ekonomi. Konsekuensi dari keyakinan ini adalah keutamaan
keseluruhan atau komunitas berada di atas keutamaan individu. Individu bermakna
sejauh sejauh mendukung kepentingan komunitas. Analisis ekonomi yang
memperhatikan aspek sosialitas manusia dan relasi harmoni dalam kehidupan
bersama menjadi aspek penting dari sistem ekonomi sosial di atas.
Ketiga, penulis melihat
ada kecenderungan Aristoteles untuk tidak menganggap serius dan penting
persoalan ekonomi karena ternyata menejemen pengelolaannya harus diserahkan
kepada pelayan dan para budak. Mungkin niat Aristoteles baik yakni agar para
penguasa dan warganegara tidak begitu disibukkan oleh urusan teknis menejemen
sehingga bisa berkonsentrasi penuh mewujudkan kebaikan negara. Tetapi
samar-samar bisa dicurigai bahwa sebenarnya Aristoteles menganggap pekerjaan
kasar dan kerajinan yang merupakan urusan menejemen rumah tangga itu adalah
sesuatu yang hina, tidak berkualitas, dan tidak bermartabat bila dibandingkan
dengan aktifitas dalam polis.
Dengan gradasi
antara keutamaan politik dan keutamaan ekonomi, dimana masalah ekonomi adalah
subordinatif terhadap masalah politik, meski tampak sekali seruan Aristoteles
bahwa persoalan ekonomi mesti tunduk pada keutamaan politik, Aristoteles tidak
melihat bahaya ketika ekonomi justeru lepas dari tanggung jawab politik dan
tirani ekonomi justeru lebih mematikan daripada tirani politik.
Di sinilah saya kira salah satu alasan
mengapa Aristoteles mendukung kepemilikan pribadi, yakni untuk memenuhi
keperluan nafkah hidup sehari-hari agar bisa menjalankan tugasnya mengatur
polis dan juga warganegara dapat bertindak demi kebaikan kota. Dalam Buku II
bagian 5, Aristoteles setidaknya membedakan tiga cara yang mungkin untuk
mengatur pemilikan pertanian dan penggunaan hasilnya. Pertama, tanah dimiliki
secara terpisah tapi penggunaan produksinya untuk konsumsi bersama. Kedua,
tanah dimiliki dan pengolahanya dilakukan secara bersama tapi produksinya
dibagikan kepada individu-individu secara probadi, dan ketiga, tanah dan
penggunaanya dipakai secara bersama-sama. Namun pada akhirnya ia menegaskan: “It
is clearly better that property should be private, but the use of it common,
and the special business of the legislator is to create in men this benevolent
disposition”.